Postingan

DINAMIKA PSIKOLOGIS LANJUT USIA DALAM MENGHADAPI COVID-19 DI KAMPUNG BANGIREJO KOTA YOGYAKARTA SKRIPSI

https://docs.google.com/document/d/1uSvyRJGTDW6IS4LgTOFKHY15jYfjpjWU/edit?usp=drivesdk&ouid=116305398788755070850&rtpof=true&sd=true

METODOLOGI PENELITIAN KUANTITATIF HUBUNGAN ANTARA KESADARAN RELIGIUSITAS TERHADAP PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA SMK X YOGYAKARTA

https://docs.google.com/document/d/1sW6MtZkT6vgrHiAezIqqZhN-gi4coH9d/edit?usp=drivesdk&ouid=116305398788755070850&rtpof=true&sd=true  

Jangan Lebih Jauh

Ada seseorang, yang hadir seperti senyap di antara dua detak. Ia tidak datang untuk dimengerti, hanya untuk dirasakan, seperti udara dingin yang menyentuh kulit tanpa pernah terlihat bentuknya. Mereka menatapnya, dengan mata yang haus akan sesuatu yang tak bisa dijelaskan, karena di dirinya, ada ketenangan yang tak bisa dimiliki, dan bahaya yang membuat penasaran. Ia berjalan ringan, namun setiap langkahnya meninggalkan gema yang menggoda kesadaran siapa pun yang mendengar. Ada tawa kecil  tapi di baliknya tersembunyi pagar dari kesadaran, “jangan lebih jauh.” Ia bukan ombak yang datang untuk memeluk pantai, ia adalah laut itu sendiri: luas, dalam, memanggil… tapi diam-diam menakutkan. Beberapa mencoba menyelam, tapi karam dalam pantulan diri mereka sendiri. Karena bagaimana mungkin kamu memiliki sesuatu yang bahkan tak berusaha dimiliki oleh dirinya sendiri?

Dia, Gelas dan Malam

 Lampu kuning menetes di atas meja, seperti madu cair yang menahan malam. Dia meneguk gelas demi gelas, tetap tegak, tetap sadar seperti bulan yang menonton laut tanpa goyah. Tawa mereka mengisi udara, ringan tetapi matanya menyimpan malam yang berat, bayangan yang tak ingin dia bagi. Ada garis lelah di bahunya, seperti sungai yang berjalan terlalu jauh menyimpan batu-batu yang tak pernah terlihat. Aku duduk di seberangnya, diam, merasakan gravitasi yang aneh, tarikan tak masuk akal, penasaran yang lembut tapi menusuk. Sekali bertemu, satu meja, satu malam, dan dia sudah menjadi teka-teki yang berdiri di antara gelas, cahaya, dan bayang-bayang membuat hati ingin menyelam ke laut yang tak bisa disentuh.

Ruang Yang Mengunyah

Di balik dinding-dinding kaca, ada bisu yang memakan tulang, setiap langkah kaki yang tersenyum meninggalkan jejak api dingin di paru-paru. Aku bernapas di ruang yang menekuk, udara berat, pekat, menghimpit hati sampai dentingnya sendiri terdengar, setiap tatapan adalah duri yang menancap diam-diam. Aku menahan gelombang, menekuk semua amarah, menyimpan ledakan di antara tulang rusuk, hingga tiap ingatan tentang mereka adalah batu besar yang mendorong dada ini ke bawah. Dan aku belajar menari di atas tekanan itu, menjadi bayangan yang tak terlihat, sementara ruang itu terus mengunyah, menelan keadilan yang seharusnya, meninggalkan hanya gema kemarahan yang tak terdengar.

Kebun Binatang

Di kandang kaca ini, mereka berjalan zebra berlarian dengan rencana bodoh, Monyet-monyet tertawa di atas meja mencuri ide tanpa malu Singa-singa duduk di kursi empuk, melahap waktu dan napas orang lain, sementara kura-kura lambat menunda keputusan, dan burung-burung berdengung dengan rumor kosong. Aku berdiri di antara kebisingan ini, menyimpan amarah di dada, menertawakan kebodohan mereka diam-diam, menunggu hari ketika aku bukan hanya pengunjung tapi predator yang akhirnya keluar dari kandang