Dia, Gelas dan Malam
Lampu kuning menetes di atas meja, seperti madu cair yang menahan malam. Dia meneguk gelas demi gelas, tetap tegak, tetap sadar seperti bulan yang menonton laut tanpa goyah. Tawa mereka mengisi udara, ringan tetapi matanya menyimpan malam yang berat, bayangan yang tak ingin dia bagi. Ada garis lelah di bahunya, seperti sungai yang berjalan terlalu jauh menyimpan batu-batu yang tak pernah terlihat. Aku duduk di seberangnya, diam, merasakan gravitasi yang aneh, tarikan tak masuk akal, penasaran yang lembut tapi menusuk. Sekali bertemu, satu meja, satu malam, dan dia sudah menjadi teka-teki yang berdiri di antara gelas, cahaya, dan bayang-bayang membuat hati ingin menyelam ke laut yang tak bisa disentuh.