Dia, Gelas dan Malam
Lampu kuning menetes di atas meja,
seperti madu cair yang menahan malam.
Dia meneguk gelas demi gelas,
tetap tegak, tetap sadar
seperti bulan yang menonton laut tanpa goyah.
Tawa mereka mengisi udara, ringan
tetapi matanya menyimpan malam yang berat,
bayangan yang tak ingin dia bagi.
Ada garis lelah di bahunya,
seperti sungai yang berjalan terlalu jauh
menyimpan batu-batu yang tak pernah terlihat.
Aku duduk di seberangnya, diam,
merasakan gravitasi yang aneh,
tarikan tak masuk akal,
penasaran yang lembut tapi menusuk.
Sekali bertemu,
satu meja, satu malam,
dan dia sudah menjadi teka-teki yang
berdiri di antara gelas, cahaya, dan bayang-bayang
membuat hati ingin menyelam
ke laut yang tak bisa disentuh.
Komentar
Posting Komentar