Perempuan di Ambang Bayang
Ia tidak jatuh cinta
setidaknya, itu yang terus ia ulang dalam pikirannya.
Namun matanya berhenti di satu sosok
yang sudah terlalu dimiliki semesta lain.
Ada getar yang tak minta izin,
lirih tapi menembus.
Bukan hasrat,
tapi rasa ingin memahami kenapa dunia menciptakan jarak
di antara dua jiwa yang hanya bisa saling diam.
Ia tahu batas, tapi batas itu kabur
setiap kali ia membaca tatap yang pura-pura tak mengenal.
Mereka bukan sepasang
mereka dua kesalahan yang saling menemukan cermin.
Malam-malamnya jadi ruang interogasi,
antara logika dan denyut yang tak mau patuh.
Ia menulis namanya di udara,
lalu menghapus sebelum semesta sempat melihat.
Cinta?
Mungkin bukan.
Hanya obsesi yang tumbuh dari kehampaan,
atau mungkin,
kerinduan yang salah alamat.
Dan ketika pagi tiba,
ia kembali jadi perempuan biasa
menyembunyikan badai di balik rias tipis,
menatap cermin,
dan berbisik,
*“Aku tidak mencintainya.”*
tapi matanya tidak setuju.
Komentar
Posting Komentar