METODOLOGI PENELITIAN PSIKOLOGI BAB 1 HUBUNGAN RELIGIUSITAS TERHADAP PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA


Bab 1
Pendahuluan

A.    Latar Belakang
Dalam bahasa Inggris remaja disebut adolensence yang dalam bahasa Arab disebut at-tadarruj (berangsur angsur). Jadi artinya adalah berangsur angsur menuju kematangan fisik, akal, kejiwaan, dan sosial serta emosional (Al-Mighwar, 2006). Membagi remaja menjadi tiga kelompok usia, yaitu: (a) remaja awal, berada pada rentang usia 12 sampai 15 tahun; (b) remaja pertengahan, dengan rentang usia 15 sampai 18 tahun; (c) remaja akhir, berkisar pada usia 18 sampai 21 tahun.Kaplan (1997)mengatakanusia remaja adalah dimulai pada usia 11 –12 tahun dan berakhirpada usia 18 –21 tahun (Monks, 2002).
Usia yang paling rentan dengan masalah seksual adalah pada masa usia 17 tahun. Bourgeois dan Wolfish (1994), remaja mulai merasakan dengan jelas meningkatnya dorongan seks dalam dirinya, misalnya muncul ketertarikan dengan orang lain dan keinginan untuk mendapatkan kepuasan seksual. Remaja mengalami perubahan yang besar baik secara fisik, mental maupun sosial. Pada masa ini pula beberapa pola perilaku seseorang mulai dibentuk, termasuk identitas diri, kematangan seksual dan keberanian untuk melakukan perilaku berisiko (Shaluhiyah, 2006; Bandura, 1989). Selain mengalami perubahan fisik terdapat pula perubahan psikologis yang hampir universal, seperti: meningginya emosi, minat, peran, pola perilaku, nilai-nilai yang dianut, dan bersifat ambivalen terhadap setiap perubahan (Hurlock, 1999).
Perubahan fisik yang cepat dan aktivitas hormon seksual kemudian menimbulkan perubahan-perubahan psikis maupun sosial. Proses peralihan yang terjadi pada remaja ditandai dengan perubahan fisik, psikologis, dan sosial (Santrock, 2011). Perubahan fisik pada remaja adalah berkembangnya tanda-tanda seks sekunder seperti pada remaja perempuan yang mengalami haid dan remaja laki-laki mengalami mimpi basah danejakulasi (Soetjiningsih, 2007). Perubahan sosial pada remaja yaitu memiliki rasa ketertarikan untuk bersosial dengan teman sekitarnya.
Menurut Rizkia Salsabila dalam penelitiannya menjelaskan bahwa Dengan perkembangan kognisi dan emosi-emosi yang menyertai perkembangan fisik seksual, secara psikologis remaja mulai merasakan individualitasnya, menyadari perbedaannya dari jenis kelamin yang lain, merasakan keterpisahan-keterasingan dari dunia kanak-kanak yang baru saja dilaluinya, namun juga masih asing dengan dunianya. Dalam kondisi ini mereka mulai mempertanyakan identitasnya. Tanjung, dkk (dalam Janitra, 2012) menjelaskan bahwa pertumbuhan organ seksual pada remaja akan menumbuhkan suatu naluri seks yang akan mendorong seseorang untuk memanifestasikan ke dalam perilaku seksual.
Menurut Anis Rosidah dalam Jurnal Psikologinya menjelaskan bahwa Secara umum juga sangat kontradiktif dengan budaya Timur yang santun dan sangat menjunjung tinggi nilai-nilai moral-etik, dan agama. Perilaku seskual pranikah adalah perilaku yang didorong oleh hasrat seksual dengan lawan jenis atau sesama jenis yang dilakukan di luar ikatan pernikahan. Beberapa jenis dalam perilaku seksual menurut Duval dan Miller (1985; dalam Lestari, 2006) antara lain: Bersentuhan (touching), mulai dari pegangan tangan sampai berpelukan; Berciuman (kissing),mulai dari ciuman singkat hingga berciuman bibir dengan mempermainkan lidah (deep kissing); Bercumbu (petting),yaitu menyentuh bagian sensitif dari pasangan mulai dari yang paling ringan (light petting)sampai meraba alat kelamin atau menggesek-gesekkan kemaluan satu sama lain, ada yang melakukannya dengan masih menggunakan pakaian tetapi ada juga yang tanpa pakaian; dan Hubungan kelamin (sexual intercourse), yaitu pemasukan organ seksual laki-laki ke dalam vagina disertai gerakan panggul secara ritmis sampai pencapaian titik orgasme.
Menurut Masni Erika Firmiana, dkk dalam Jurnal Al-Azhar indonesia menjelaskan bahwa Implikasi perilaku seksual masa pacaran (pranikah) pada remaja ini mempunyai pengaruh dampak panjang. Remaja yang paling menanggung resiko terberat adalah remaja putri. Karena jika berakibat pada kehamilan, maka pilihan yang dihadapi adalah apakah kehamilan tersebut diteruskan atau tidak. Jika diteruskan, akan ada resiko nilai dan norma sosial yang sudah dilanggar, dan pandangan miring serta penolakan masyarakat pada umumnya; seperti dikeluarkan oleh pihak sekolah meski UAN akan dilaksanakan seminggu lagi. Jika memilih untuk tidak meneruskan kehamilan, atau melakukan aborsi, akan beresiko terhadap kesehatan reproduksi remaja putri itu sendiri. Mediana (2010, dalam seminar) mengungkap, kehamilan pada usia dini sangat berpengaruh terhadap kesehatan rahim perempuan, karena secara biologis rahim dipersiapkan untuk aktif setelah masa remaja usai. Hal ini akan berbahaya jika setelah terjadi kehamilan di usia dini tersebut dilanjutkan dengan aborsi. Selain efek jangkapendek (kematian karena perdarahan saat aborsi), efek jangka panjang adalah rusaknya rahim, yang akan mempengaruhi janin pada kehamilan berikutnya (saat si remaja ini sudah dewasa). Hal ini tentu akan berpengaruh pada kualitas kesehatannya saat hamil dan juga kesehatan bayinya nanti.
Perilaku seksual dalam masyarakat yang dulu dianggap tabu dan tidak sesuai dengan nilai dan norma sosial yang berlaku, saat ini oleh sebagian besar remaja dianggap sebagai suatu hal yang biasa dan wajar, seperti perilaku berpelukan, berciuman, meraba alat kelamin. Bahkan melakukan hubungan seksual pranikah juga dianggap benar apabila orang yang melakukannya saling mencintai dan saling terkait, Hurlock (dalam Fernandez, 2009). Perilaku seksual pranikah pada remaja dapat menimbulkan beberapa dampak negatif antara lain tingginya risiko terkena penyakit menular seksual seperti sifilis, gonore, herpes, dan Human Immunodeficiency/Acquireed Deficiency Syndrome (HIV/AIDS). Selain itu juga dapat menyebabkan terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan sehingga remaja berisiko untuk melakukan tindakan aborsi (Kasim, 2014).
Data dari Komnas Anak mengatakan bahwa dari tahun ke tahun angka kehamilan pranikah meningkat, dan lebih dari93,7% pelajar SMP dan SMU di Indonesia sudah pernah melakukan kissing, petting, oral seks (Mediana, dalam seminar, 2010). Data tersebut juga mengungkap, 62,7 % remaja SMP sudah tidak perawan, 21,2 % remaja SMU pernah aborsi, dan 97 % remaja pernah menonton film porno. Data yang tidak jauh berbeda juga disampaikan oleh BKKBN pada 2011. Di Jabodetabek saja, terdata 51% remaja mengaku telah melakukan hubungan seks pra nikah. Begitu juga dengan beberapa wilayah lain di Indonesia, seperti Bandung (47%), Surabaya (54%), dan Medan (52%) (www.republika.co.id, www.detiknews.com).
Hasil data dari Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyebaran Lingkungan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Ditjen PP & PL Kemenkes RI)(2014) bahwa kasus HIV/AIDS di Indonesia pada tahun 2014 sebanyak 22.869 yang terinfeksi virus HIV dan sebanyak 1.876 yang terinfeksi AIDS, kemudian sebanyak 1.717 adalah remaja usia 15 sampai 19 tahun. Menurut WHO (2011) kasus aborsi yang terjadi di Indonesia angka kejadiannya berkisar antara 2 sampai 2,6 juta pertahun. Apabila penyakit menular seksual dan tindakan aborsi tidak diatasi maka akan berisiko terjadinya kematian pada remaja. Hal ini dapat berpengaruh pada masa depan bangsa karena remaja merupakan generasi penerus bangsa yang dapat menentukan arah masa depan bangsa yang lebih baik. Tingginya perilaku seksual pranikah pada remaja dipengaruhi oleh banyak faktor. Menurut Tristiadi (2016) sebanyak 76,9% dipengaruhi oleh faktor kontrol diri, 63,1% faktor tingkat ketaatan agama,56,4% faktor teman sebaya, 51,6% tingkat pengetahuan seksual, dan 50,2% pengaruh media pornografi.
Hubungan seksual terbanyak dilakukan pada remaja usia 20-24 tahun. Perilaku seksual pranikahremaja usia 15-24 tahun meningkat setiap tahun. Indonesia Sejahtera dalam Rangka Hari Keluarga Nasional XXI tahun 2014. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2012 (SDK112) dibandingkan dengan SDKI 2002 dan 2007, terjadi peningkatan hubungan seksual pranikah. Survei SDKI 2012 tentang Kesehatan Reproduksi Remaja ini dilakukan terhadap remaja perempuan dan laki-laki yang belum menikah. Hasilnya, 8,3 persen remaja laki-laki dan 1 persen remaja perempuan melakukan hubunganseksualpranikah. Hubungan seksual terbanyak dilakukan pada remaja usia 20-24 tahun sebesar 9,9 persen, dan 2,7 persen pada usia, 15-19 tahun. Menurut Agustin, faktor yang menjadi penyebab utama yakni perilaku pacaran remaja. Akibat yang paling besar, kehamilan sebelum menikah. (http://www.bkkbn.go.id).
Menurut Jeane Aryati dalam penelitiannya menjelaskan bahwa Berdasarkan fenomena yang peneliti temukan di lingkungan yang menjadi tempat penelitian adalah banyak remaja khususnya remaja SMK telah melakukan perilaku seks pranikah selama berpacaran. Baik yang ‘masih’ dalam tahap perilaku maupun yang telah melakukan seks pranikah. Remaja yang melakukan perilaku seks pranikah berdasarkan wawancara yang dilakukan kepada beberapa remaja mengatakan bahwa mereka melakukan perilaku seks pranikah dikarenakan ikut-ikutan teman dan merupakan gaya pacaran remaja jaman sekarang. Selain itu mereka juga mengaku taat dalam beribadah seperti rajin pergi ke gereja dan mengikuti kegiatan keagaamaan lainnya. Dalam hal sekolah, mereka juga mengaku tahu tentang akibat seks diluar nikah, mereka mendapat pengetahuan dari sekolah serta dari internet. Dalam hal hubungan keluarga, mereka juga mengatakan bahwa mereka tidak pernah kekurangan kasih sayang dari orang tua mereka dan mereka juga mendapatkan pengetahuan tentang agama dari orang tua mereka.
Sebagian kelompok remaja mengalami kebingungan untuk memahami tentang apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan olehnya, antara lain boleh atau tidaknya pacaran, melakukan onani, nonton film porno, atau berciuman. Kebingungan ini akan menimbulkan suatu perilaku seksual yang kurang sehat di kalangan remaja. Pemahaman yang benar tentang seksualitas manusia amat diperlukan khususnya para remaja demi perilaku seksualnya di masa dewasa sampai mereka menikah dan memilki anak (Soetjiningsih, 2007). Faktor-faktor yang sangat mempengaruhi perilaku seksual pranikah pada remaja menurut Qomarasari (2015) adalah orangtua, teman sebaya, media pornografi, dan religiusitas. Menurut Pratiwi (2004) salah satu penyebab anak remaja melakukan perilaku seksual yaitu pengalaman dan nilai-nilai keagamaan.
Dikemukakan oleh Myers (dalam Fitriani, 2015), berdasarkan survey yang diambil dari berbagai bangsa, orang yang aktif secara religiusitas mengakui memiliki tingkat kebahagiaan yang tinggi. Artinya, kebahagiaan seseorang sangat bergantung pada keyakinan terhadap Tuhan dalam menjalani hidup. Menurut Sarwono(2013) norma-norma agama berlaku sebagai mekanisme kontrol sosial yang akan mengurangi kemungkinan seseorang melakukan perilaku seksual pranikah diluar batas ketentuan agama.
Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian Khairunnisa, (2013) yang berjudul Hubungan Religiusitas Dan Kontrol Diri Dengan Perilaku Seksual Pranikah Remaja Di MAN 1 Samarinda. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kontrol diri dengan perilaku seksual pranikah. Artinya semakin tinggi kontrol diri yang dimiliki seorang remaja maka semakin rendah perilaku seksual pranikah remaja yang muncul. Sebaliknya, semakin rendah kontrol diri yang dimiliki seorang remaja maka semakin tinggi perilaku seksual pranikah yang muncul. Menurut Mesina dan Gunarsa (dalam Khairunnisa, 2013)kontrol diri berfungsi membatasi individu untuk bertingkah laku negatif. Individu yang memiliki pengendalian diri akan terhindar dari berbagai tingkah laku negatif dan perilaku seksual pranikah.
Menurut Rizkia Salsabila dalam penelitiannya menjelaskan Remaja yang memiliki penghayatan yang kuat mengenai nilai–nilai keagamaan, integritas yang baik juga cenderung mampu menampilkan perilaku seksual selaras dengan nilai yang diyakininya serta mencari kepuasan dari perilaku yang produktif. Pemahaman agama yang baik akan menumbuhkan perilaku yang baik. Remaja memerlukan kemampuan pemecahan masalah yang baik,sehingga remaja mampu menyelesaikan masalah mereka dengan efektif. Sekolah dan orang tua harus bekerja sama bagaimana memberikan pemahaman agama secara baik, mantap, dan sesuai dengan kondisi remaja saat ini. Berdasarkan masalah diatas, penting bagi tenaga kesehatan untuk meningkatkan penyuluhan tentang seks bebas. Peran orang tua dan guru juga penting dalam memberikan pengawasan serta mengarahkan remaja agar senantiasa meningkatkan keimanan dan ketaqwaan, sehingga remaja menyadari dampak dari seks bebas dan tidak mencoba.
Religiusitas merupakan hubungan antara sikap batin yang terdapat pada pribadi seseorang dengan Tuhan. Religiusitas dapat mempengaruhi kehidupan seseorang dan dapat menentukan seseorang dalam berperilaku. Religiusitas seseorang dapat dilihat dari ketaatannya dalam menjalankan perintah Allah seperti melakukan ibadah atau shalat lima waktu, membaca Al-Quran, dan selalu mengingat Allah. Apabila seseorang itu taat dalam menjalankan perintah Allah, maka imannya selalu terjaga, dia dapat meluruskan tingkah lakunya, dan juga dapat mengontrol diri dalam melakukan hal yang negatif seperti melakukan perilaku seksual pranikah yang dilarang oleh agama (Khairunnisa, 2013). Perilaku seksual pranikah sangat dilarang oleh agama apabila masih belum mempunyai ikatan pernikahan yang sah seperti pada penjelasan dalam beberapa ayat Al-Quran, yaitu : “Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk” (Q.S. Al-Isra’ : 32). Berdasarkan penjelasan ayat tersebut sudah jelas bahwa jangan mendekati zina seperti melakukan pacaran yang saat ini sering terjadi pada remaja. Jika seseorang remaja melakukan pacaran maka remaja tersebut sudah melanggar perintah yang dilarang oleh agama. Meskipun tidak ada penjelasan Al-Qur’an dan As-Sunnah secara eksplisit mengenai pacaran, tetapi Islam telah mengatur tatacara pergaulan dengan lawan jenis, dan melarang wanita-pria yang bukan muhrimnya untuk berduaan saja.
Menurut Glock dan Stark dalam ancok (1994) terdapat lima dimensi religiusitas yaitu: (a) dimensi keyakinan, (b) dimensi praktek agama, (c) dimensi pengalaman, (d) dimensi pengetahuan agama dan (e) dimensi konsekuensi. Pacaran adalah salah satu bentuk pergaulan yang ditawarkan dari budaya Barat. Bentuknya bisa dimulai dari pandangan, lalu bersentuhan, berpelukan, berciuman dan seterusnya. Bentuk pacaran seperti ini jelas dilarang dalam Islam, karena sudah mendekati zina, tetapi jika hanya sampai pada saling kenal (ta’aruf) maka dibolehkan. Dewasa ini, sepertinya pacaran telah mengarah pada hal-hal yang dilarang agama atau melanggar nilai-nilai Islam, sehingga lebih besar mudharat daripada manfaat.
Upaya pemerintah dalam mengatasi perilaku seksual pranikah remaja yaitu pemerintah bekerja sama dengan BKKBN telah membuat Pusat-Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIK Remaja) baik itu berada di lingkungan sekolah, di lingkungan Perguruan Tinggi atau di Akademi, LSM kepemudaan dan juga di Organisasi keagamaan, selain itu kepada keluarga yang memiliki remaja informasi dan penyuluhan juga disampaikan melalui kelompok-kelompok BKR (Bina Keluarga Remaja) (BKKBN, 2012).Peran bidan dalam menanggulangi permasalahan remaja tersebut sudahterdapat dalam Standar Kebidanan Komunitas dalam hal perilaku masyarakat, karena perilaku seks juga terbentuk adanya pengaruh lingkungan, dan juga bidan memberikan penyuluhan dan konseling kesehatan terutama kesehatan remaja (Rusdianti,2012).
Fakta-fakta dari hasil penelitian dan survey tersebut di atas menunjukkan bahwa kehidupan sosialremaja saat ini sangat memprihatinkan. Perilaku seksual dalam masyarakat yang dulu dianggap tabu dan tidak sesuai dengan nilai dan normasosial yang berlaku, saat ini oleh sebagian besar mahasiswa dianggap sebagai suatu hal yang biasa dan wajar, seperti perilaku berpelukan, berciuman, meraba alat kelamin dan melakukan hubungan seksual seperti layaknya suami istri.
Berdasarkan penjelasan dari latar belakang diatas, maka peneliti ingin meneliti “Hubungan Religiusitas Terhadap Perilaku Seksual Pranikah Pada Remaja di SMK X Yogyakarta”.
           
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan dari latar belakang di atas muncul rumusan masalah “Apakah ada hubungan yang signifikan antara religiusitas terhadap perilaku seksual pranikah pada remaja di SMK X Yogyakarta?”.

C.    Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.      Tujuan Umum
Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan faktor religiusitas dengan perilaku seksual pranikah pada remaja di SMK X Yogyakarta.
2.      Tujuan Khusus
a.       Mengidentifikasi pemahaman tingkat agama (religiusitas) pada remaja di SMK X Yogyakarta.
b.      Menganalisis hubungan pemahaman tingkat agama (religiusitas) dengan perilaku seks bebas pada remaja di SMK X Yogyakarta.
c.       Mengidentifikasi perilaku seksual pranikah pada remaja di SMK X Yogyakarta.
3.      Manfaat Penelitian
1.      Bagi Sekolah
Sebagai masukan untuk meningkatkan program keagamaan pada siswa di lingkungan sekolah untuk mengurangi angka kejadian perilaku seksual pranikah.
2.      Bagi Siswa
Sebagai masukan tentang pentingnya mengetahui perilaku yang dilarang oleh agama terutama perilaku seksual pranikah dan juga untuk meningkatkan religiusitas remaja di SMK X Yogyakarta dan tidak melakukan perilaku seksual pranikah.
3.      Bagi Peneliti Lanjutan
Sebagai acuan penelitian lanjutan terutama tentang pengaruh pemberian intervensi tentang keagamaan pada remaja dengan kejadian perilaku seksual pranikah.

D.    Perbedaan dengan Penelitian Sebelumnya
Selama ini penelitian tentang perilaku beresiko pada remaja biasanya berhubungan dengan konformitas, peer pressure, dan self esteem. Hal ini dapat dilihat pada, antara lain: 1) Santor, Messervey, dan Kusumakar (2000), yang mengukur bagaimana peer pressure, popularitas di sekolah, dan konformitas dapat meramalkan performa di sekolah, sikap seksual, dan beberapa tingkah laku beresiko seperti penyalahgunaan obat-obatan dan alkohol; 2) Matthew P Martens; Jennifer C Page; Emily S Mowry; Krista M Damann; et al (2006) meneliti tentang perbedaan norma aktual dan diterima yang dianut oleh pelajar, dan pengaruhnya terhadap penyalahgunaan obat-obatan, alkohol, dan perilaku seksual.
Namun penelitian ini akan membahas hubungan religiusitas terhadap perilaku seksual (hubungan seks) pra nikah pada remaja, yang tentunya dilarang oleh nilai dan norma (terutama nilai dan norma agama) serta penelitian ini juga menggunakan data-data yang telah dikeluarkan oleh BKKBN, WHO dan Kementrian Kesehatan guna memperkuat penelitian ini. Selain pembahasan diatas, penelitian ini juga akan membahas faktor apa saja yang mempengaruhi remaja melakukan seks pranikah padahal remaja tersebut mengetahui larangan dalam agamanya dan menganalisis perilaku seksual pranikah pada remaja serta mengidentifikasi pemahaman tingkat religiusitas dengan perilaku seksual pada remaja. Penelitian tersebut akan dikuatkan dengan menggunakan beberapa hasil penelitian skripsi, jurnal dan buku yang membahas tentang hubungan antara religiusitas terhadap perilaku seksual pranikah pada remaja serta data dari lapangan yang diperoleh langsung dari peneliti dengan cara membagikan angket kepada subjek siswa SMK X Yogyakarta.






































Daftar Pustaka
Al-Mighwar, M. (2006). Psikologi Remaja. Bandung: Pustaka Setia
Ancok, Djamaludin. 1994. Psikologi Islami. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Aryati, Jeane. (2016). HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DAN RELIGIUSITAS TERHADAP PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Bandura A. (1989) Social Foundations of Thought and Action: A Social Cognitive Theory. New York: Prentice Hall.
Bourgeois, P. a. (1994). Changes in You and Me : a Book about Puberty, Mostly for Girls. Kansas City: Andrews and Mcmeel.
BKKBN. (2012). Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIK Remaja). Jakarta: Depkes RI
Duvall, Evelyn Millis & Miller, Brent C. (1985). Marriage and Family Development (Sixth Edition). New York: Harper & Row.
Fernandez, Trifena. Hubungan antara religiusitas dengan perilaku seksual remaja yang sedang berpacaran. Semarang : Perpustakaan UNIKA. Tidak diterbitkan.
Fitriani, (2015). Hubungan Religiusitas dengan Subjective well-being Remaja Akhir Penderita thalassemia Mayor. Skripsi. Universitas Esa Unggul.
Firmiana, Masni Erika, Meithya Rose Prasetya dan Rochimah Imawati. (2012). KETIMPANGAN RELIJIUSITAS DENGAN PERILAKU: HUBUNGAN RELIGIUSITAS DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRA NIKAH REMAJA SMA/SEDERAJAT DI JAKARTA SELATAN. Jurnal AL-AZHAR INDONESIA SERI HUMANIORA, Vol . 1, No. 4, hal. 239-245.
Hurlock, E. B. (1999). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga.
Husaini, Ibnu dan Sulis Mariyanti (2016). HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS ISLAM DAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA MAHASISWA UNIVERSITAS ESA UNGGUL TAHUN AJARAN 2015/2016. JURNAL PSIKOLOGI VOLUME 14 No. 2, hal: 44 – 52
Inayatih, Vintiffani. (2017). FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERGAULAN REMAJA. Skripsi. Yogyakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan ‘Aisyiyah Yogyakarta.
Janitra, O. D. (2012). Pengaruh Tingkat Cognitive Susceptibility Terhadap Kecenderungan Melakukan Seks Pranikah(skripsi tidak dipublikasikan). Fakultas Psikologi Universitas Airlangga: Surabaya.
Kasim. 2014. Dampak Perilaku Seks Bebas Terhadap Kesehatan Reproduksi dan Upaya Penanganannya. Jurnal Studi Pemuda Vol 3 (1).
Kementerian Kesehatan RI Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehat Lingkungan. (2014). Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral pada Orang Dewasa. Jakarta: Depkes RI
Khairunnisa. (2013). Hubungan Religiusitas Dan Kontrol Diri Dengan Perilaku Seksual Pranikah Remaja Di MAN 1 Samarinda. Jurnal Keperawatan ISSN:347-783
Margatot, Didik Iman. (2017). HUBUNGAN RELIGIUSITAS DENGAN PERILAKU SEKSUALP RANIKAH PADA REMAJA DI SMAN Y YOGYAKARTA. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Mediana, A. 2010. Aspek Medis Pendidikan KRR. Makalah. Seminar ”Bimbingan KRR bagi Guru: Memahami Kesehatan Reproduksi sebagai Pembekalan bagi Remaja”. Jakarta
Mujahidin, Muhammad. (2014). HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA AKHIR DI FAKULTAS PSIKOLOGI UKSW. Skripsi. Salatiga: Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga.
Monks F.J, K. A. (2002). Psikologi Perkembangan Pengantar dalam Berbagai Bagiannya, Edisi ke Empat Belas. Yogyakarta: Gajah Mada University.
Pratiwi. (2004). Pendidikan seks untuk remaja. Yogyakarta: Tugu.
Qomarasari D (2015). Hubungan Peran Keluarga, Sekolah, Teman Sebaya, Pendapatan Keluarga, Media Infor-masi dan Norma Agama dengan Peri-laku Seksual Remaja SMA di Sura-karta. Tesis. Surakarta: Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat. Program Pascasarjana. Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Rosidah, Anis. (2012). RELIGIUSITAS, HARGA DIRI DAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH REMAJA. JURNAL PSIKOLOGI VOLUME 7 No. 2, hal: 585 – 593.
Rusdianti, T. (2012). Pengaruh-Pengaruh Penyuluhankesehatan Reproduksi Remaja Terhadap Persepsi Tentang Perilaku Seksual Remaja Di SMK Sewon Bantul Yogyakrta Tahun 2012. Yogyakarta: Stikes ‘Aisyiyah Yogyakarta
Salsabiela, Rizkia. (2017). HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN PERILAKU SEKS BEBAS PADA SISWASMA Z SURAKARTA. Skripsi. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Santrock, John W. (2011). Perkembangan Anak Edisi 7 Jilid 2. (Terjemahan: Sarah Genis B) Jakarta: Erlangga.
Sarwono WS.2013. Psikologi Remaja. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Shaluhiyah, Z. (2006). Sexual Lifestyle and Interpersonal Relationships of University Students in Central Java Indonesia and Their Implication for Sexual and Reproductive Health.
Soetjiningsih. 2007. Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya. Jakarta: CV. Sagung Seto.
Suidah, Hartin. (2017). HUBUNGAN PEMAHAMAN TINGKAT AGAMA (RELIGIUSITAS) DENGAN PERILAKU SEKS BEBAS PADA REMAJA DI SMAN 1 BANGSAL MOJOKERTO. Jurnal Keperawatan & Kebidanan -Stikes Dian Husada Mojokerto, hal: 62 – 68.
Utami, Pratiwi Jati dan Yekti Satriyandari. (2015). HUBUNGAN RELIGIUSITAS DENGAN PERILAKU SEKSUALPADA REMAJA DI SMA NEGERI 1 BANGUNTAPAN BANTUL YOGYAKARTA. Skripsi. Yogyakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan ‘Aisyiyah Yogyakarta.
World Health Organization (WHO). (2011). Guidelines for intensified tuberculosis case-finding and isoniazid preventive therapy for people living with HIV in resources-constrained settings.
Diakses: Maret 2016
Kepala BKKBN : 51 dari 100 Remaja di Jabodetabek Sudah Tak Perawan. (diakses tanggal 1 Desember 2010)
Apa yang Mendorong Remaja Berhubungan Seks Pranikah? (diakses tanggal 1 Desember 2010)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SESORAH TATA KRAMA

“TRI PANTANGAN TAMANSISWA”

Naskah Film Dokumenter