METODOLOGI PENELITIAN PSIKOLOGI BAB 1 HUBUNGAN RELIGIUSITAS TERHADAP PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA
Bab 1
Pendahuluan
A.
Latar
Belakang
Dalam bahasa Inggris remaja disebut
adolensence yang dalam bahasa Arab disebut at-tadarruj (berangsur angsur). Jadi
artinya adalah berangsur angsur menuju kematangan fisik, akal, kejiwaan, dan
sosial serta emosional (Al-Mighwar, 2006). Membagi remaja menjadi tiga kelompok usia, yaitu:
(a) remaja awal, berada pada rentang usia 12 sampai 15 tahun; (b) remaja
pertengahan, dengan rentang usia 15 sampai 18 tahun; (c) remaja akhir, berkisar
pada usia 18 sampai 21 tahun.Kaplan (1997)mengatakanusia remaja adalah dimulai
pada usia 11 –12 tahun dan berakhirpada usia 18 –21 tahun (Monks, 2002).
Usia yang paling rentan dengan masalah
seksual adalah pada masa usia 17 tahun. Bourgeois dan Wolfish (1994), remaja
mulai merasakan dengan jelas meningkatnya dorongan seks dalam dirinya, misalnya
muncul ketertarikan dengan orang lain dan keinginan untuk mendapatkan kepuasan
seksual. Remaja mengalami perubahan yang besar baik secara fisik, mental maupun
sosial. Pada masa ini pula beberapa pola perilaku seseorang mulai dibentuk,
termasuk identitas diri, kematangan seksual dan keberanian untuk melakukan
perilaku berisiko (Shaluhiyah, 2006; Bandura, 1989). Selain mengalami perubahan fisik terdapat pula perubahan psikologis yang
hampir universal, seperti: meningginya emosi, minat, peran, pola perilaku,
nilai-nilai yang dianut, dan bersifat ambivalen terhadap setiap perubahan
(Hurlock, 1999).
Perubahan
fisik yang cepat dan aktivitas hormon seksual kemudian menimbulkan
perubahan-perubahan psikis maupun sosial. Proses
peralihan yang terjadi pada remaja ditandai dengan perubahan fisik, psikologis,
dan sosial (Santrock, 2011). Perubahan fisik pada remaja adalah berkembangnya
tanda-tanda seks sekunder seperti pada remaja perempuan yang mengalami haid dan
remaja laki-laki mengalami mimpi basah danejakulasi (Soetjiningsih, 2007).
Perubahan sosial pada remaja yaitu memiliki rasa ketertarikan untuk bersosial
dengan teman sekitarnya.
Menurut Rizkia Salsabila dalam
penelitiannya menjelaskan bahwa Dengan perkembangan kognisi dan emosi-emosi
yang menyertai perkembangan fisik seksual, secara psikologis remaja mulai
merasakan individualitasnya, menyadari perbedaannya dari jenis kelamin yang
lain, merasakan keterpisahan-keterasingan dari dunia kanak-kanak yang baru saja
dilaluinya, namun juga masih asing dengan dunianya. Dalam kondisi ini mereka
mulai mempertanyakan identitasnya. Tanjung, dkk (dalam Janitra, 2012)
menjelaskan bahwa pertumbuhan organ seksual pada remaja akan menumbuhkan suatu
naluri seks yang akan mendorong seseorang untuk memanifestasikan ke dalam
perilaku seksual.
Menurut Anis Rosidah
dalam Jurnal Psikologinya menjelaskan bahwa Secara umum juga sangat
kontradiktif dengan budaya Timur yang santun dan sangat menjunjung tinggi
nilai-nilai moral-etik, dan agama. Perilaku seskual pranikah adalah perilaku
yang didorong oleh hasrat seksual dengan lawan jenis atau sesama jenis yang
dilakukan di luar ikatan pernikahan. Beberapa jenis dalam perilaku seksual
menurut Duval dan Miller (1985; dalam Lestari, 2006) antara lain: Bersentuhan
(touching), mulai dari pegangan tangan sampai berpelukan; Berciuman
(kissing),mulai dari ciuman singkat hingga berciuman bibir dengan mempermainkan
lidah (deep kissing); Bercumbu (petting),yaitu menyentuh bagian sensitif dari
pasangan mulai dari yang paling ringan (light petting)sampai meraba alat
kelamin atau menggesek-gesekkan kemaluan satu sama lain, ada yang melakukannya
dengan masih menggunakan pakaian tetapi ada juga yang tanpa pakaian; dan
Hubungan kelamin (sexual intercourse), yaitu pemasukan organ seksual laki-laki
ke dalam vagina disertai gerakan panggul secara ritmis sampai pencapaian titik
orgasme.
Menurut Masni Erika
Firmiana, dkk dalam Jurnal Al-Azhar indonesia menjelaskan bahwa Implikasi
perilaku seksual masa pacaran (pranikah) pada remaja ini mempunyai pengaruh
dampak panjang. Remaja yang paling menanggung resiko terberat adalah remaja
putri. Karena jika berakibat pada kehamilan, maka pilihan yang dihadapi adalah
apakah kehamilan tersebut diteruskan atau tidak. Jika diteruskan, akan ada
resiko nilai dan norma sosial yang sudah dilanggar, dan pandangan miring serta
penolakan masyarakat pada umumnya; seperti dikeluarkan oleh pihak sekolah meski
UAN akan dilaksanakan seminggu lagi. Jika memilih untuk tidak meneruskan
kehamilan, atau melakukan aborsi, akan beresiko terhadap kesehatan reproduksi
remaja putri itu sendiri. Mediana (2010, dalam seminar) mengungkap, kehamilan
pada usia dini sangat berpengaruh terhadap kesehatan rahim perempuan, karena
secara biologis rahim dipersiapkan untuk aktif setelah masa remaja usai. Hal
ini akan berbahaya jika setelah terjadi kehamilan di usia dini tersebut
dilanjutkan dengan aborsi. Selain efek jangkapendek (kematian karena perdarahan
saat aborsi), efek jangka panjang adalah rusaknya rahim, yang akan mempengaruhi
janin pada kehamilan berikutnya (saat si remaja ini sudah dewasa). Hal ini
tentu akan berpengaruh pada kualitas kesehatannya saat hamil dan juga kesehatan
bayinya nanti.
Perilaku seksual dalam
masyarakat yang dulu dianggap tabu dan tidak sesuai dengan nilai dan norma
sosial yang berlaku, saat ini oleh sebagian besar remaja dianggap sebagai suatu
hal yang biasa dan wajar, seperti perilaku berpelukan, berciuman, meraba alat
kelamin. Bahkan melakukan hubungan seksual pranikah juga dianggap benar apabila
orang yang melakukannya saling mencintai dan saling terkait, Hurlock (dalam
Fernandez, 2009). Perilaku seksual pranikah pada remaja
dapat menimbulkan beberapa dampak negatif antara lain tingginya risiko terkena
penyakit menular seksual seperti sifilis, gonore, herpes, dan Human
Immunodeficiency/Acquireed Deficiency Syndrome (HIV/AIDS). Selain itu juga
dapat menyebabkan terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan sehingga remaja
berisiko untuk melakukan tindakan aborsi (Kasim, 2014).
Data dari Komnas Anak
mengatakan bahwa dari tahun ke tahun angka kehamilan pranikah meningkat, dan
lebih dari93,7% pelajar SMP dan SMU di Indonesia sudah pernah melakukan
kissing, petting, oral seks (Mediana, dalam seminar, 2010). Data tersebut juga
mengungkap, 62,7 % remaja SMP sudah tidak perawan, 21,2 % remaja SMU pernah
aborsi, dan 97 % remaja pernah menonton film porno. Data yang tidak jauh
berbeda juga disampaikan oleh BKKBN pada 2011. Di Jabodetabek saja, terdata 51%
remaja mengaku telah melakukan hubungan seks pra nikah. Begitu juga dengan
beberapa wilayah lain di Indonesia, seperti Bandung (47%), Surabaya (54%), dan
Medan (52%) (www.republika.co.id, www.detiknews.com).
Hasil data dari Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyebaran
Lingkungan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Ditjen PP & PL
Kemenkes RI)(2014) bahwa kasus HIV/AIDS di Indonesia pada tahun 2014 sebanyak
22.869 yang terinfeksi virus HIV dan sebanyak 1.876 yang terinfeksi AIDS, kemudian
sebanyak 1.717 adalah remaja usia 15 sampai 19 tahun. Menurut WHO (2011) kasus
aborsi yang terjadi di Indonesia angka kejadiannya berkisar antara 2 sampai 2,6
juta pertahun. Apabila penyakit menular seksual dan tindakan aborsi tidak diatasi
maka akan berisiko terjadinya kematian pada remaja. Hal ini dapat berpengaruh
pada masa depan bangsa karena remaja merupakan generasi penerus bangsa yang
dapat menentukan arah masa depan bangsa yang lebih baik. Tingginya perilaku
seksual pranikah pada remaja dipengaruhi oleh banyak faktor. Menurut Tristiadi
(2016) sebanyak 76,9% dipengaruhi oleh faktor kontrol diri, 63,1% faktor
tingkat ketaatan agama,56,4% faktor teman sebaya, 51,6% tingkat pengetahuan
seksual, dan 50,2% pengaruh media pornografi.
Hubungan seksual
terbanyak dilakukan pada remaja usia 20-24 tahun. Perilaku seksual
pranikahremaja usia 15-24 tahun meningkat setiap tahun. Indonesia Sejahtera
dalam Rangka Hari Keluarga Nasional XXI tahun 2014. Survei Demografi dan
Kesehatan Indonesia 2012 (SDK112) dibandingkan dengan SDKI 2002 dan 2007,
terjadi peningkatan hubungan seksual pranikah. Survei SDKI 2012 tentang
Kesehatan Reproduksi Remaja ini dilakukan terhadap remaja perempuan dan
laki-laki yang belum menikah. Hasilnya, 8,3 persen remaja laki-laki dan 1
persen remaja perempuan melakukan hubunganseksualpranikah. Hubungan seksual
terbanyak dilakukan pada remaja usia 20-24 tahun sebesar 9,9 persen, dan 2,7
persen pada usia, 15-19 tahun. Menurut Agustin, faktor yang menjadi penyebab
utama yakni perilaku pacaran remaja. Akibat yang paling besar, kehamilan
sebelum menikah. (http://www.bkkbn.go.id).
Menurut Jeane Aryati
dalam penelitiannya menjelaskan bahwa Berdasarkan fenomena yang peneliti
temukan di lingkungan yang menjadi tempat penelitian adalah banyak remaja
khususnya remaja SMK telah melakukan perilaku seks pranikah selama berpacaran.
Baik yang ‘masih’ dalam tahap perilaku maupun yang telah melakukan seks
pranikah. Remaja yang melakukan perilaku seks pranikah berdasarkan wawancara
yang dilakukan kepada beberapa remaja mengatakan bahwa mereka melakukan
perilaku seks pranikah dikarenakan ikut-ikutan teman dan merupakan gaya pacaran
remaja jaman sekarang. Selain itu mereka juga mengaku taat dalam beribadah
seperti rajin pergi ke gereja dan mengikuti kegiatan keagaamaan lainnya. Dalam
hal sekolah, mereka juga mengaku tahu tentang akibat seks diluar nikah, mereka
mendapat pengetahuan dari sekolah serta dari internet. Dalam hal hubungan
keluarga, mereka juga mengatakan bahwa mereka tidak pernah kekurangan kasih
sayang dari orang tua mereka dan mereka juga mendapatkan pengetahuan tentang
agama dari orang tua mereka.
Sebagian kelompok remaja mengalami kebingungan untuk
memahami tentang apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan
olehnya, antara lain boleh atau tidaknya pacaran, melakukan onani, nonton film
porno, atau berciuman. Kebingungan ini akan menimbulkan suatu perilaku seksual
yang kurang sehat di kalangan remaja. Pemahaman yang benar tentang seksualitas
manusia amat diperlukan khususnya para remaja demi perilaku seksualnya di masa
dewasa sampai mereka menikah dan memilki anak (Soetjiningsih, 2007). Faktor-faktor
yang sangat mempengaruhi perilaku seksual pranikah pada remaja menurut
Qomarasari (2015) adalah orangtua, teman sebaya, media pornografi, dan
religiusitas. Menurut Pratiwi (2004) salah satu
penyebab anak remaja melakukan perilaku seksual yaitu pengalaman dan
nilai-nilai keagamaan.
Dikemukakan oleh Myers
(dalam Fitriani, 2015), berdasarkan survey yang diambil dari berbagai bangsa,
orang yang aktif secara religiusitas mengakui memiliki tingkat kebahagiaan yang
tinggi. Artinya, kebahagiaan seseorang sangat bergantung pada keyakinan
terhadap Tuhan dalam menjalani hidup. Menurut Sarwono(2013) norma-norma agama
berlaku sebagai mekanisme kontrol sosial yang akan mengurangi kemungkinan
seseorang melakukan perilaku seksual pranikah diluar batas ketentuan agama.
Hal tersebut sejalan
dengan hasil penelitian Khairunnisa, (2013) yang berjudul Hubungan Religiusitas
Dan Kontrol Diri Dengan Perilaku Seksual Pranikah Remaja Di MAN 1 Samarinda.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan
antara kontrol diri dengan perilaku seksual pranikah. Artinya semakin tinggi
kontrol diri yang dimiliki seorang remaja maka semakin rendah perilaku seksual
pranikah remaja yang muncul. Sebaliknya, semakin rendah kontrol diri yang
dimiliki seorang remaja maka semakin tinggi perilaku seksual pranikah yang
muncul. Menurut Mesina dan Gunarsa (dalam Khairunnisa, 2013)kontrol diri berfungsi
membatasi individu untuk bertingkah laku negatif. Individu yang memiliki
pengendalian diri akan terhindar dari berbagai tingkah laku negatif dan
perilaku seksual pranikah.
Menurut Rizkia Salsabila dalam penelitiannya menjelaskan Remaja yang
memiliki penghayatan yang kuat mengenai nilai–nilai keagamaan, integritas yang
baik juga cenderung mampu menampilkan perilaku seksual selaras dengan nilai
yang diyakininya serta mencari kepuasan dari perilaku yang produktif. Pemahaman agama yang baik akan menumbuhkan perilaku
yang baik. Remaja memerlukan kemampuan pemecahan masalah yang baik,sehingga
remaja mampu menyelesaikan masalah mereka dengan efektif. Sekolah dan orang tua
harus bekerja sama bagaimana memberikan pemahaman agama secara baik, mantap,
dan sesuai dengan kondisi remaja saat ini. Berdasarkan masalah diatas, penting
bagi tenaga kesehatan untuk meningkatkan penyuluhan tentang seks bebas. Peran
orang tua dan guru juga penting dalam memberikan pengawasan serta mengarahkan
remaja agar senantiasa meningkatkan keimanan dan ketaqwaan, sehingga remaja
menyadari dampak dari seks bebas dan tidak mencoba.
Religiusitas
merupakan hubungan antara sikap batin yang terdapat pada pribadi seseorang
dengan Tuhan. Religiusitas dapat mempengaruhi kehidupan seseorang dan dapat
menentukan seseorang dalam berperilaku. Religiusitas seseorang dapat dilihat
dari ketaatannya dalam menjalankan perintah Allah seperti melakukan ibadah atau
shalat lima waktu, membaca Al-Quran, dan selalu mengingat Allah. Apabila
seseorang itu taat dalam menjalankan perintah Allah, maka imannya selalu
terjaga, dia dapat meluruskan tingkah lakunya, dan juga dapat mengontrol diri
dalam melakukan hal yang negatif seperti melakukan perilaku seksual pranikah
yang dilarang oleh agama (Khairunnisa, 2013). Perilaku seksual pranikah sangat
dilarang oleh agama apabila masih belum mempunyai ikatan pernikahan yang sah
seperti pada penjelasan dalam beberapa ayat Al-Quran, yaitu : “Dan janganlah
kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan
suatu jalan yang buruk” (Q.S. Al-Isra’ : 32). Berdasarkan penjelasan ayat
tersebut sudah jelas bahwa jangan mendekati zina seperti melakukan pacaran yang
saat ini sering terjadi pada remaja. Jika seseorang remaja melakukan pacaran
maka remaja tersebut sudah melanggar perintah yang dilarang oleh agama. Meskipun tidak ada penjelasan Al-Qur’an dan
As-Sunnah secara eksplisit mengenai pacaran, tetapi Islam telah mengatur
tatacara pergaulan dengan lawan jenis, dan melarang wanita-pria yang bukan
muhrimnya untuk berduaan saja.
Menurut Glock dan Stark dalam ancok (1994) terdapat
lima dimensi religiusitas yaitu: (a) dimensi keyakinan, (b) dimensi praktek
agama, (c) dimensi pengalaman, (d) dimensi pengetahuan agama dan (e) dimensi
konsekuensi. Pacaran adalah salah
satu bentuk pergaulan yang ditawarkan dari budaya Barat. Bentuknya bisa dimulai
dari pandangan, lalu bersentuhan, berpelukan, berciuman dan seterusnya. Bentuk
pacaran seperti ini jelas dilarang dalam Islam, karena sudah mendekati zina,
tetapi jika hanya sampai pada saling kenal (ta’aruf) maka dibolehkan. Dewasa
ini, sepertinya pacaran telah mengarah pada hal-hal yang dilarang agama atau
melanggar nilai-nilai Islam, sehingga lebih besar mudharat daripada manfaat.
Upaya pemerintah dalam mengatasi
perilaku seksual pranikah remaja yaitu pemerintah bekerja sama dengan BKKBN
telah membuat Pusat-Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIK Remaja) baik itu
berada di lingkungan sekolah, di lingkungan Perguruan Tinggi atau di Akademi,
LSM kepemudaan dan juga di Organisasi keagamaan, selain itu kepada keluarga
yang memiliki remaja informasi dan penyuluhan juga disampaikan melalui
kelompok-kelompok BKR (Bina Keluarga Remaja) (BKKBN, 2012).Peran bidan dalam
menanggulangi permasalahan remaja tersebut sudahterdapat dalam Standar
Kebidanan Komunitas dalam hal perilaku masyarakat, karena perilaku seks juga
terbentuk adanya pengaruh lingkungan, dan juga bidan memberikan penyuluhan dan
konseling kesehatan terutama kesehatan remaja (Rusdianti,2012).
Fakta-fakta dari hasil
penelitian dan survey tersebut di atas menunjukkan bahwa kehidupan sosialremaja
saat ini sangat memprihatinkan. Perilaku seksual dalam masyarakat yang dulu
dianggap tabu dan tidak sesuai dengan nilai dan normasosial yang berlaku, saat
ini oleh sebagian besar mahasiswa dianggap sebagai suatu hal yang biasa dan
wajar, seperti perilaku berpelukan, berciuman, meraba alat kelamin dan
melakukan hubungan seksual seperti layaknya suami istri.
Berdasarkan penjelasan
dari latar belakang diatas, maka peneliti ingin meneliti “Hubungan Religiusitas
Terhadap Perilaku Seksual Pranikah Pada Remaja di SMK X Yogyakarta”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
penjelasan dari latar belakang di atas muncul rumusan masalah “Apakah ada
hubungan yang signifikan antara religiusitas terhadap perilaku seksual pranikah
pada remaja di SMK X Yogyakarta?”.
C.
Tujuan dan Manfaat
Penelitian
1. Tujuan
Umum
Tujuan umum dalam penelitian ini
adalah untuk mengetahui hubungan faktor religiusitas dengan perilaku seksual
pranikah pada remaja di SMK X Yogyakarta.
2. Tujuan
Khusus
a. Mengidentifikasi pemahaman tingkat agama
(religiusitas) pada remaja di SMK X Yogyakarta.
b. Menganalisis hubungan pemahaman tingkat agama
(religiusitas) dengan perilaku seks bebas pada remaja di SMK
X Yogyakarta.
c. Mengidentifikasi
perilaku seksual pranikah pada remaja di SMK
X Yogyakarta.
3. Manfaat
Penelitian
1.
Bagi Sekolah
Sebagai masukan untuk meningkatkan program keagamaan
pada siswa di lingkungan sekolah untuk mengurangi angka kejadian perilaku
seksual pranikah.
2. Bagi Siswa
Sebagai masukan tentang pentingnya mengetahui perilaku
yang dilarang oleh agama terutama perilaku seksual pranikah dan juga untuk
meningkatkan religiusitas remaja di SMK
X Yogyakarta dan tidak melakukan perilaku seksual pranikah.
3. Bagi
Peneliti Lanjutan
Sebagai acuan penelitian lanjutan terutama tentang
pengaruh pemberian intervensi tentang keagamaan pada remaja dengan kejadian
perilaku seksual pranikah.
D.
Perbedaan
dengan Penelitian Sebelumnya
Selama ini penelitian tentang perilaku
beresiko pada remaja biasanya berhubungan dengan konformitas, peer pressure,
dan self esteem. Hal ini dapat dilihat pada, antara lain: 1) Santor, Messervey,
dan Kusumakar (2000), yang mengukur bagaimana peer pressure, popularitas di
sekolah, dan konformitas dapat meramalkan performa di sekolah, sikap seksual,
dan beberapa tingkah laku beresiko seperti penyalahgunaan obat-obatan dan
alkohol; 2) Matthew P Martens; Jennifer C Page; Emily S Mowry; Krista M Damann;
et al (2006) meneliti tentang perbedaan norma aktual dan diterima yang dianut
oleh pelajar, dan pengaruhnya terhadap penyalahgunaan obat-obatan, alkohol, dan
perilaku seksual.
Namun penelitian ini akan membahas
hubungan religiusitas terhadap perilaku seksual (hubungan seks) pra nikah pada
remaja, yang tentunya dilarang oleh nilai dan norma (terutama nilai dan norma
agama) serta penelitian ini juga menggunakan data-data yang telah dikeluarkan
oleh BKKBN, WHO dan Kementrian Kesehatan guna memperkuat penelitian ini. Selain
pembahasan diatas, penelitian ini juga akan membahas faktor apa saja yang
mempengaruhi remaja melakukan seks pranikah padahal remaja tersebut mengetahui
larangan dalam agamanya dan menganalisis perilaku seksual pranikah pada remaja
serta mengidentifikasi pemahaman tingkat religiusitas dengan perilaku seksual
pada remaja. Penelitian tersebut akan dikuatkan dengan menggunakan beberapa
hasil penelitian skripsi, jurnal dan buku yang membahas tentang hubungan antara
religiusitas terhadap perilaku seksual pranikah pada remaja serta data dari
lapangan yang diperoleh langsung dari peneliti dengan cara membagikan angket
kepada subjek siswa SMK X Yogyakarta.
Daftar Pustaka
Al-Mighwar, M. (2006). Psikologi Remaja. Bandung: Pustaka Setia
Ancok, Djamaludin. 1994. Psikologi Islami. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Aryati, Jeane. (2016). HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DAN
RELIGIUSITAS TERHADAP PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA. Skripsi.
Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Bandura A. (1989) Social Foundations of Thought and Action: A Social Cognitive Theory.
New York: Prentice Hall.
Bourgeois, P. a. (1994). Changes in You and Me : a Book about Puberty, Mostly for Girls. Kansas
City: Andrews and Mcmeel.
BKKBN. (2012). Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIK Remaja). Jakarta: Depkes
RI
Duvall, Evelyn Millis & Miller, Brent C. (1985).
Marriage and Family Development (Sixth
Edition). New York: Harper & Row.
Fernandez, Trifena. Hubungan antara religiusitas dengan perilaku seksual remaja yang sedang
berpacaran. Semarang : Perpustakaan UNIKA. Tidak diterbitkan.
Fitriani, (2015). Hubungan Religiusitas dengan Subjective well-being Remaja Akhir
Penderita thalassemia Mayor. Skripsi. Universitas Esa Unggul.
Firmiana, Masni Erika, Meithya Rose
Prasetya dan Rochimah Imawati. (2012). KETIMPANGAN
RELIJIUSITAS DENGAN PERILAKU: HUBUNGAN RELIGIUSITAS DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRA
NIKAH REMAJA SMA/SEDERAJAT DI JAKARTA SELATAN. Jurnal
AL-AZHAR INDONESIA SERI HUMANIORA, Vol . 1, No. 4, hal. 239-245.
Hurlock, E. B. (1999). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga.
Husaini, Ibnu dan Sulis Mariyanti
(2016). HUBUNGAN ANTARA
RELIGIUSITAS ISLAM DAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA MAHASISWA UNIVERSITAS ESA
UNGGUL TAHUN AJARAN 2015/2016. JURNAL PSIKOLOGI VOLUME
14 No. 2, hal: 44 – 52
Inayatih, Vintiffani.
(2017). FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI PERGAULAN REMAJA. Skripsi. Yogyakarta: Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan ‘Aisyiyah Yogyakarta.
Janitra, O. D. (2012). Pengaruh Tingkat Cognitive Susceptibility Terhadap Kecenderungan
Melakukan Seks Pranikah(skripsi tidak dipublikasikan). Fakultas Psikologi
Universitas Airlangga: Surabaya.
Kasim. 2014. Dampak
Perilaku Seks Bebas Terhadap Kesehatan Reproduksi dan Upaya Penanganannya.
Jurnal Studi Pemuda Vol 3 (1).
Kementerian Kesehatan RI Direktorat Jendral
Pengendalian Penyakit dan Penyehat Lingkungan. (2014). Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral
pada Orang Dewasa. Jakarta: Depkes RI
Khairunnisa. (2013). Hubungan Religiusitas Dan Kontrol Diri Dengan Perilaku Seksual Pranikah
Remaja Di MAN 1 Samarinda. Jurnal Keperawatan ISSN:347-783
Margatot, Didik Iman. (2017). HUBUNGAN RELIGIUSITAS DENGAN
PERILAKU SEKSUALP RANIKAH PADA REMAJA DI SMAN Y YOGYAKARTA. Skripsi.
Yogyakarta: Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Mediana, A. 2010. Aspek Medis Pendidikan KRR. Makalah. Seminar ”Bimbingan KRR bagi Guru:
Memahami Kesehatan Reproduksi sebagai Pembekalan bagi Remaja”. Jakarta
Mujahidin, Muhammad. (2014). HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN
PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA AKHIR DI FAKULTAS PSIKOLOGI UKSW. Skripsi.
Salatiga: Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga.
Monks F.J, K. A. (2002). Psikologi Perkembangan Pengantar dalam Berbagai Bagiannya, Edisi ke
Empat Belas. Yogyakarta: Gajah Mada University.
Pratiwi. (2004). Pendidikan seks untuk remaja. Yogyakarta: Tugu.
Qomarasari D (2015). Hubungan Peran Keluarga, Sekolah, Teman Sebaya, Pendapatan Keluarga,
Media Infor-masi dan Norma Agama dengan Peri-laku Seksual Remaja SMA di
Sura-karta. Tesis. Surakarta: Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat.
Program Pascasarjana. Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Rosidah, Anis. (2012). RELIGIUSITAS, HARGA DIRI DAN
PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH REMAJA. JURNAL PSIKOLOGI VOLUME
7 No. 2, hal: 585 – 593.
Rusdianti, T. (2012). Pengaruh-Pengaruh Penyuluhankesehatan Reproduksi Remaja Terhadap
Persepsi Tentang Perilaku Seksual Remaja Di SMK Sewon Bantul Yogyakrta Tahun
2012. Yogyakarta: Stikes ‘Aisyiyah Yogyakarta
Salsabiela, Rizkia. (2017). HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN
PERILAKU SEKS BEBAS PADA SISWASMA Z SURAKARTA. Skripsi.
Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Santrock, John W. (2011). Perkembangan Anak Edisi 7 Jilid 2. (Terjemahan: Sarah Genis B)
Jakarta: Erlangga.
Sarwono WS.2013. Psikologi Remaja. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Shaluhiyah, Z. (2006). Sexual Lifestyle and Interpersonal Relationships of University Students
in Central Java Indonesia and Their Implication for Sexual and Reproductive
Health.
Soetjiningsih. 2007. Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya. Jakarta: CV. Sagung
Seto.
Suidah, Hartin. (2017). HUBUNGAN PEMAHAMAN TINGKAT AGAMA
(RELIGIUSITAS) DENGAN PERILAKU SEKS BEBAS PADA REMAJA DI SMAN 1 BANGSAL
MOJOKERTO. Jurnal Keperawatan & Kebidanan
-Stikes Dian Husada Mojokerto, hal: 62 – 68.
Utami, Pratiwi Jati dan Yekti
Satriyandari. (2015). HUBUNGAN
RELIGIUSITAS DENGAN PERILAKU SEKSUALPADA REMAJA DI SMA NEGERI 1 BANGUNTAPAN
BANTUL YOGYAKARTA. Skripsi. Yogyakarta: Sekolah Tinggi
Ilmu Kesehatan ‘Aisyiyah Yogyakarta.
World Health Organization (WHO). (2011).
Guidelines for intensified tuberculosis
case-finding and isoniazid preventive therapy for people living with HIV in
resources-constrained settings.
Diakses:
Maret 2016
Kepala BKKBN :
51 dari 100 Remaja di Jabodetabek Sudah Tak Perawan.
(diakses tanggal 1 Desember 2010)
Apa yang
Mendorong Remaja Berhubungan Seks Pranikah? (diakses
tanggal 1 Desember 2010)
Komentar
Posting Komentar