CARA MENGKONDISIKAN PERILAKU DISIPLIN PADA ANAK
AYU
SETYA WARDHANI (2017011063)
TEORI
KEPRIBADIAN C
CARA MENGKONDISIKAN
PERILAKU DISIPLIN PADA ANAK
Tetangga saya mempunyai
anak laki-laki yang umurnya sudah 5 tahun dan duduk dibangku TK (Taman
Kanak-Kanak). Anak ini bandelnya sangat
keterlaluan, kaca rumah tetangga di lemparin batu sampai pecah, anak orang
dipukul mukanya sampai berdarah, mencium teman cewek sebayanya dan mudah
menangis.
Ibu nya ditegur oleh guru
TK nya karena ulah kenakalan anak tersebut. Mungkin karena anak tersebut kurang
kasih sayang dan perhatian dari kedua orang tuanya, sebab ibu nya menjadi dosen
dan ayahnya seorang DIRUT PDAM.
Kalau anak tersebut
nakal sering di marahin oleh ibunya, walau hanya sebatas ancaman dan oleh
ayahnya kadang kala dicubit dan dibentak. Saat saya bertemu dengan anak
tersebut dihalaman rumahnya, saya menjulurkan tangan untuk mengajak salaman dan
menanyakan apakah dia sudah makan atau belum, jawabnya amat ketus karena sedang
bermain dengan teman-temannya.
Tetapi setelah saya
pegang pundaknya dan menundukan kepala sehingga kepala saya sejajar dengan
kepala nya, anak tersebut dengan mudah diajak berbincang dan anak tersebut juga
menanyakan balik apakah saya sudah makan dan anak tersebut juga menanyakan
apakah saya sudah mempunyai pacar, hahaha lucu ya tapi begitu adanya.
Dan saat saya pulang
kuliah, kebetulan anak tersebut sedang marah dan memukul-mukul pembantunya dan
melempar mainannya keluar rumah. Kemudian saya dekati dan menanyakan kepada
pembantunya kenapa anak tersebut seperti itu, kata pembantu nya anak tersebut
menangis karena mainannya dipinjam oleh salah satu saudaranya.
Kemudian saya menghadap
sejajar dengan anak tersebut dengan mengatakan “Kalau kamu terus-terusan
melempar-lempar mainanmu, maka mainanmu akan diambil oleh saudaramu, apakah
kamu mau?” kemudian anak tersebut menangis makin kencang dan memukul-mukul
saya. Kemudian saya katakan lagi “Mba tahu kamu kesal karena mainanmu dipinjam
oleh saudaramu, tetapi kamu tidak boleh pelit karena mainan dia juga dipinjam
olehmu, kalau kamu pelit mainan yang kamu pinjam akan diambil lagi, memangnya
kamu mau?”. Tiba-tiba anak tersebut perlahan-lahan mulai mengecilkan volume
tangisannya dan mengatakan “tapi mainanku dipinjam dia belum dikembalikan”
sambil menunjuk-nunjuk kearah jalan. Saya berusaha menenangkan dengan
mengatakan “iya, nanti juga dikembalikan” dan anak tersebut berhenti diam dan
memanggil pembantunya meminta makan sambil menonton televisi.
Tiga hari kemudian,
saat pukul 20.00 WIB saya mendengar tangisannya dari rumah saya, saya langsung
mampir kerumahnya dan melihat kalau anak tersebut sedang dibentak oleh ayahnya,
setelah saya menanyakan kepada pembantunya bahwa anak tersebut habis memukul
lemari kaca televisi karena tiba-tiba marah-marah tidak jelas. Kemudian saya
mendekati anak tersebut dan ayahnya meninggakan anak tersebut. Saya memeluk
anak tersebut dan menanyakan “kenapa sayang?” anak tersebut menjawab ayahnya
nakal sambil menangis tersedu-sedu dan ibunya belum pulang dari kampus.
Kemudian saya ajak anak tersebut kemeja belajarnya untuk mewarnai gambar-gambar
yang berada di buku lembar kerja siswa. Anak tersebut ceria kembali dan tenang
dalam dunia mewarnainya.
Saat saya akan ke pergi
bekerja kelompok, kebetulan saya papasan dengan anak tersebut dihalaman
rumahnya, anak tersebut kemudian menyapa saya dan menanyakan saya akan kemana,
saya jawab kalau saya akan mengerjakan tugas dirumah teman dan saya mengatakan
pada anak tersebut “banyak belajar ya supaya kamu juga pintar” anak tersebut
tersenyum dan melambaikan tangan kepada saya. Setelah kejadian tersebut anak
tersebut sudah jarang menangis akhir-akhir ini karena setiap kali saya pulang
dari kampus, dia minta pembantunya untuk diantarkan kerumah saya.
Jadi kesimpulan dari
cerita diatas bahwa, seorang anak sangat membutuhkan perhatian dari orang tua
nya, sangat miris jika anak kandungnya harus merasakan kasih sayang dari orang
lain. Sehingga saat anak merasa sedang membutuhkan orang tua nya seharusnya
sosok orang tua selalu ada walaupun jarang ketemu sebisa mungkin diluangkan
untuk quality time dengan anak. Anak
menjadi tidak disiplin karena tidak ada sosok yang mencontohkan bagaimana sikap
disiplin itu sendiri. Disiplin bukan berarti harus dengan hukuman fisik tetapi
dengan hal-hal yang membuat anak dapat mengerti dan memahami dengan betul
bagaimana bersikap yang baik dengan sesama serta memperlakukan orang lain
dengan baik pula.
Komentar
Posting Komentar